Sesampainya di Museum Tekstil, tentu saja kami senang. Tanpa info banyak, kami bisa sampai disana dengan selamat. Namun, kami juga agak kaget melihat kondisi museum tersebut; yang ada di depan museum, lebih tepatnya. Di depan pagar museum itu; di trotoar pejalan kaki, banyak sekali pedagang-pedagang barang bekas sedang berjualan. Mulai dari kipas angin, HP, CD bekas, sepatu, tas, baju, hingga barang-barang yang sudah tak diketahui namanya.


Setelah melihat sekeliling halaman depan, kami segera masuk ke area museum. Lingkunganya cukup asri. Di kanan kiri jalan masuk menuju museum, banyak pohon-pohon besar yang berdiri kokoh. Kami yang tadinya kegerahan di jalan, mendapatkan angin segar berhembus di dekitar muesum. Di sebelah kanan, ada sebuah pohon besar, dengan 4 buah kursi besi di kelilingnya. Di 2 kursi tersebut, tampak 2 orang sedang menggunakannya untuk tidur.

Dari jalanan, museum tersebut sudah terlihat. Rasa-rasa oldies sudah ada sejak pertama gedung itu terlihat. Gedung ini memang sebuah bangunan tua. Konon, gedung ini mulanya adalah rumah pribadi seorang warga negara Perancis yang dibangun pada abad ke-19. Pada 1947, gedung ini sempat menjadi markas Barisan Keamanan Rakyat (BKR)sebelum kemudian dibeli oleh Departemen Sosial pada 1952 , dan diresmikan menjadi Museum Tekstil oleh alm. Ibu Tien Soeharto pada 28 Juni 1976.

Kami segera menuju lokasi penjualan tiket. Dari penjaga tiket, kami tahu bahwa setiap hari selalu ada workshop membatik. Tak tunggu lama, tiket masuk museum dan workshop membatik segera dibeli. Untuk berlatih membatik, ada 2 pilihan kegiatan: membatik yang lama dan singkat. Untuk kegiatan yang lama, diadakan dalam beberapa kali pertemuan (4 kali), dan peserta dikenakan biaya sekitar Rp.200.000. Sedangkan untuk kegiatan yang singkat, hanya dikenai biaya Rp. 35.000, dimana peserta bisa membatik di workshop selama 1-2 jam, menggunakan media kain sepanjang kurang lebih 30x30 cm.

Setelah tiket di tangan, ruang pameran tekstil segera dimasuki. Di dalamnya, ada kurang lebih 6 ruang persegi panjang berukuran kira-kira 6x6 meter (saya tak pandai memperkirakan luas). Di masing-masing ruangan, terdapat koleksi kain-kain nusantara. Mulai dari batik Jawa (Jakarta, Tengah, Timur, Barat), batik Madura, hingga batik kawasan Timur Indonesia. Melihat mereka terpajang, kecintaan terhadap budaya ibu pertiwi seperti menggelora. Tak pernah saya sangka, jika negeri kita ini memiliki kekayaan budaya yang begitu banyak! Dan semuanya indah serta unik-unik.

Selain itu, bahan-bahan pembuat batik (canting, lilin, wajan, kompor, buah-buah bahan pewarna) juga dipajang disini. Sayang, pengambilan foto tidak diperbolehkan di dalam ruang pameran.

Begitu masuk, ruang pameran terlihat kurang terawat. Tidak parah, namun tampak tak segar. Ruangannya bersuasana mellow; tembok coklat agak kusam, penerangan agak redup, ditambah arsitektur bangunan yang memang tua. Sepertinya kampanye Enjoy Jakarta, tidak sampai ke museum ini, karena terus terang saya kurang enjoy berada disini, mengingat ruang yang kurang terawat tadi.

Kurang lebih 45 menitan berkeliling melihat dan mengagumi, kami keluar untuk mencari makan, untuk kemudian memulai workshop batik.


Read More......

Dua minggu terakhir ini, saya beserta pacar, merencanakan pergi ke Museum Tekstil. Alasanya karena kami mendengar bahwa disana workshop untuk membatik. Wow! Kami ingin sekali belajar membuat batik!



Sebagai langkah awal, kami mencari info tentang museum tersebut. Dari beberapa situs internet; wikipedia dan wisata melayu, kami mendapat beberapa info penting:
  • Museum ini terletak di jalan Aipda K.S Tubun No.4, Kec. Tanah Abang, Jakarta pusat.
  • Buka setiap hari Selasa sampai Minggu, sedangkan libur di Senin dan hari besar.
  • Pada Selasa sampai Minggu, buka jam 09.00-15.00 WIB, kecuali hari Jumat, jam 09.00-12.30.
  • Bagi perorangan dewasa, tiket masuk seharga Rp. 3000, mahasiswa Rp. 1000, dan anak-anak Rp. 650. Untuk rombongan, dewasa dikenakan biaya Rp. 1500, mahasiswa Rp. 750, dan anak-anak Rp. 500.
Namun, kami tak mendapat info tentang bus yang bisa dipakai menuju kesana. Petualangan menuju museum pun dimulai dengan minim info bus; hanya bermodal nekat dan tanya-tanya.

Kami berangkat dari Depok jam 09.00. Dari depan jalan Margonda, ada sebuah bus Bianglala AC 102, jurusan Tanah Abang - Depok. Oh iya, karena lokasi muesum ini ada di Tanah Abang, jadi kami berasumsi bahwa bus inilah yang bisa membawa kami sampai kesana; sambil nanti nyambung angkot lain.

Bus tersebut cukup lama munculnya. Kami hampir satu jam menunggunya. Pukul 10 kurang, bus datang juga, lumayan penuh dengan penumpang.

Setelah sampai di Tanah Abang, kami bertanya pada sopir bus 102. Darinya kami dapat info: ke K.S Tubun bisa naik angkutan kota warna biru muda bernomor M.11.

Di dekat bus kami berhenti, kami menemukan angkot tersebut, kemudian bertanya tentang museum tersebut. Sang sopir mengiyakan bahwa angkotnya melewati museum tersebut.

Dalam 15 menit, kami sudah sampai di lokasi tujuan. Lima belas menit tersebut karena kami melewati pasar Tanah Abang lebih dulu, jadi agak lama. Padahal, museumnya tak jauh dari Stasiun Kereta Tanah Abang, dan tak jauh dari tempat bus 102 menurunkan kami.

Kami pun sampai di lokasi pada pukul 10.30an, dan langsung memasuki museum tersebut.


Read More......

Mengapa saya senang sekali ngeteng?

  1. Yang pasti hemat bensin. Tidak perlu isi bensin untuk motor. Ya, hitung-hitung Go Green dan hemat energi.
  2. Saya senang untuk berpikir dan berimajinasi. Jadi, kegiatan mengendarai sepeda motor, tidak mengakomodasi minat itu.
  3. Saya tak bisa mengendarai mobil.
  4. Ketika sedang di dalam angkutan umum, saya bisa menikmati pemandangan di sekitar. Mulai dari pemandangan alam, hingga penumpang-penumpang berparas bening.
  5. Bertemu dengan banyak orang di angkutan umum, membuatku memiliki banyak kesempatan untuk mengamati tingkah laku mereka.
  6. Bisa tidur jika kecapaian.
  7. Kalau sedang beruntung, bisa mendengarkan pengamen yang suara dan lagunya oke punya.
Bagaimana dengan Anda?

Read More......

Bagi saya, ngeteng kemudian diartikan sebagai naik angkutan umum ke berbagai tempat.Saya tak tahu darimana asal kata ngeteng ini, tiba-tiba muncul begitu saja. Artinya pun bisa beragam, mulai dari jalan kaki, naik bis, angkot, atau tidak menggunakan kendaraan pribadi. Bagi saya, ngeteng kemudian diartikan sebagai naik angkutan umum ke berbagai tempat.

Pengertian ngeteng inilah yang akan menjadi dasar setiap tulisan di blog ini. Selamat membaca :)

Read More......